Miris!, Petani Porang di Indonesia Merasa Dikibuli

bantenupdate | Menurut Hariyanto petani penggiat Porang sekaligus Ketua DPW Perkumpulan Penggiat Porang Nusantara (P3N) Papua menjelaskan, Pada tahun 2022 petani porang diwajibkan untuk membuat Indo-GAP atau Registrasi Kebun porang guna memenuhi permintaan pasar eksport terutama Karantina China atau atau General Administration of Customs of the People's Republic of China (GACC).
Petani porang berbondong bondong mengurus Indo-GAP kebun porang walau biayanya sangat besar untuk sekelas petani porang, seperti harus mengurus Cek lab tanah, Air, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) juga benih harus sertifikasi, kebun petani diwajibkan untuk memakai mulsa pelastik dan memakai pupuk Organik.
"Alhamdulilah petani anggota kami melakukannya, karena ingin prodak petanian indonesia di terima oleh pasar eksport sesuai dengan perintah dari pemerintah pusat dan pabrik pabrik porang bisa mengurus ijin ekspornya, tapi sesudah pabrik mendapatkan GACC nya harga beli ke petani yang GAP dan Non GAP di samakan, dan harga porangpun sangat murah dibawah harga pasaran atau seolah olah tidak memanusiakan Petani," ungkap Hariyanto (15/4) kepada bantenupdate.
Hal serupa juga disampaikan oleh Lufi Irawan selaku ketua umum Perkumpulan Pembudidaya Porang Pangan dan Rempah Indonesia (DPP P3RI), menurutnya petani porang hanya dijadikan alat untuk memuluskan produksi bagi pabrik porang yang ada di indonesia.
"Kami petani dan penggiat porang di Indonesia memohon kepada Bapak Presiden Indonesia Ir. Joko Widodo dan kementrian terkait agar meninjau ulang seluruh pabrik porang di indonesia terkait dengan suber bahan baku porang yg mereka proses apakah sudah sesuai dengan Standar IndoGAP atau tidak," jelas Lufi.
"Jangan meminta GAP, lanjut Lufi, kepada petani hanya sekedar pemenuhan Syarat GACC aja, sesudah beres mereka bebas membeli hasil panen petani dengan harga yang sama rata dan tanpa ada cek ke lahan tanaman porang terlebih dahulu apakah sudah sesuai syarat atau tidak," katanya.
Lufi juga mengatakan, jika pembiaran seperti itu tetap dilakukan maka epeknya nanti petani tidak akan menanam porang lagi, adapun yang menanam tidak akan mau mengikuti aturan pemerintah tentang Standar keamanan Bahan pangan dan Imbasnya kepada mutu prodak porang indonesia bagi macanegara.
"Karena kami melihat sendiri bahwa penerimaan umbi porang oleh pabrik pabrik tidak memakai syarat standar Indo-GAP apalagi pihak pabrik sampai cek ke lahan tanaman porang," pungkas Lufi.
Lufi juga mengatakan untuk kebun yang akan diregisrasi atau yang sudah diregistrasi modalnya cukup besar, per hektare biaya mencapai 285 Juta Rupiah dengan populasi 50.000 pohon porang dengan rician perhektar sebagai berikut, pengolahan lahan dan pupuk dasar Rp. 50 juta, benih 125 juta, pembelian Mulsa dan penanaman Rp. 35 juta, biaya perawatan selama 2 musim dan pembuatan IndoGAP Rp. 75 juta, hasil per 2 tahun kurang lebih 75 ton, dengan harga beli di pabrik sekarang 4.200 perkiko gram, dengan total penjualan Rp. 315 juta dipotong ongkos kirim dan biaya bongkar muat sekira Rp. 50 Juta dari banten ke Jawa Timur (Jateng), sisa tinggal 265 juta dengan modal 285 juta, berarti selama 2 tahun dengan modal 285 juta sudah rugi 20 juta, bukan untung malah buntung, apalagi sekarang katanya harga sudah di bawah Rp. 4.000 diterima di pabrik, paparnya. (Irf)